Mon. Nov 25th, 2024

Berita olahraga dan game online Trans7sport

Link altenatif Nagaliga : nagasuara.com ,trans7sport.com , Prediksinagaliga.com , nagaliga.xyz , nagaliga.me , nagaliga.info , nagaligasbo.com , nagaliga.best , nagaliga.club , nagaliga9.com , nagaligaqq.com , togelnagaliga.com

Misteri Kecelakaan Sriwijaya Air SJY 182 Januari 2021 hingga Kini Belum Terjawab, Begini Temuan KNKT

Tragedi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJY 182 9 Januari 2021 hingga kini masih menyimpan misteri.

Pernyataan sementara pertama KNKT atas kecelakaan Boeing 737-500 PK-CLC Sriwijaya Air SJY 182 yang jatuh pada 9 Januari 2021.

Diketahui, pesawat Boeing 737-500 PK-CLC Sriwijaya Air SJY 182 jatuh pada 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB. Lima menit mengudara, pesawat ini tiba-tiba hilang dari radar.

Dua puluh detik terakhir penerbangan masih misteri hingga Senin (17/1/2022).

Tak ada satu kali pun seruan mayday. Tak ada laporan gangguan. Komunikasi terakhir adalah permintaan izin sedikit berbelok arah.

Peringatan untuk tak menaikkan ketinggian pesawat karena beririsan lintasan dengan penerbangan lain pun sudah tak berjawab.

Dua puluh detik terakhir sejak pesawat diketahui berbelok arah hingga pesawat hilang dari pantauan radar berlalu dalam senyap.

Berselang hampir empat jam setelah hilang kontak, pesawat dipastikan jatuh ke Laut Jawa.

Pesawat hilang kontak saat telah melewati titik kritis awal penerbangan—yaitu saat lepas landas—dan sudah berada di ketinggian jelajah penerbangan yang lazimnya menggunakan mode autopilot.

Satu tahun berlalu. Misteri jatuhnya pesawat Sriwijaya Air berkode penerbangan SJY 182 yang merenggut 62 korban jiwa masih belum berjawab.

Laporan sementara (preliminary report) yang dilansir Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pada 9 Februari 2021 memunculkan sejumlah pertanyaan tambahan atas kecelakaan ini. Misteri.

KNKT kemudian menerbitkan pernyataan sementara pertama (1st interim statement) pada 13 Januari 2022. Sejumlah misteri masih belum berjawab juga. Namun, misteri kotak pandora dari dalam kokpit dan kabin mulai memperlihatkan titik terang.

Kotak pandora CVR

Kotak hitam (black box) rekaman suara kokpit (cockpit voice recorder atau CVR) pesawat Boeing 737-500 penerbangan Sriwijaya Air berkode SJY 182 rute Jakarta-Pontianak ditemukan pada Selasa (30/3/2021) malam. Penemuan diumumkan pada Rabu (31/3/2021).

Sebelumnya, kotak hitam rekaman data penerbangan (flight data recorder atau FDR) pesawat ini sudah lebih dulu ditemukan, yaitu pada Selasa (12/1/2021). FDR dan CVR kerap disebut sebagai kotak hitam pesawat, benda yang selalu disebut dan dicari ketika pesawat mengalami insiden.

Di setiap pesawat komersial wajib ada dua instrumen kotak hitam, yaitu FDR dan CVR. Keduanya merekam secara otomatis sejumlah data penerbangan berlangsung. Meski disebut sebagai kotak hitam, kedua instrumen sebenarnya berada di dalam kotak berwarna oranye.

FDR membaca dan merekam segala data dari sensor dan indikator detail teknis penerbangan pesawat, mulai dari kecepatan, ketinggian, lintasan, hingga embusan angin.

Adapun CVR menyimpan data tentang situasi di kokpit dan kabin pesawat, berupa rekaman audio. Tentu, komunikasi dengan menara pengawas penerbangan seharusnya akan turut terekam di CVR, seperti halnya percakapan antara pilot dengan kopilot dan awak kabin.

Pemerhati penerbangan, Yayan Mulyana, menyebut CVR bisa menjadi kotak pandora sekaligus jawaban atas apa yang sesungguhnya terjadi pada 20 detik terakhir penerbangan Sriwijaya Air SJY 182, terutama di dalam kokpit.

Yayan menyebut, misteri terbesar dari kecelakaan pesawat Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak berkode penerbangan SJY 182 ini adalah tidak adanya seruan kondisi darurat (mayday), laporan gangguan, apalagi permintaan kembali ke bandara asal (return to base atau RTB).

Padahal, kata Yayan, lintasan penerbangan pesawat adalah ruang tiga dimensi, berbeda dengan lintasan sepeda motor dan mobil di daratan yang merupakan pegerakan dua dimensi (ground speed).

Kecepatan yang terpantau satelit pun masih pergerakan dua dimensi. Dalam dimensi ini, kecepatan adalah jarak dibagi waktu tempuh.

Adapun dalam tiga dimensi, ketinggian yang bertambah atau berkurang akan memperlihatkan jarak yang terlihat lebih pendek jika dilihat dari satelit atau berdasarkan bacaan instrumen berbasis GPS dari transponder pesawat.

Data yang sampai saat ini bisa diakses publik, seperti FlightRadar, pada dasarnya masih menggunakan data berbasis dua dimensi. Meskipun, FlightRadar juga mengembangkan Extended Mode S.

Mode diperluas tersebut diklaim dapat menghadirkan data air true speed sebagaimana data riil di dalam kokpit, bagi pelanggan utama, dengan sejumlah disclaimer tentang kemungkinan keterbatasan data yang didapat.

Dari data yang tersedia hingga saat ini, Yayan berpendapat insiden Sriwijaya Air SJY 182 tidak melibatkan stall.

Meski angka kecepatan dari data yang ada kemungkinan masih merujuk ke ground speed—memungkinkan true air speed melebihi data yang saat ini tersedia—, terlihat sempat ada penurunan kecepatan seiring berkurangnya ketinggian.

Dalam peristiwa kecelakaan lain pesawat yang melibatkan stall, kecepatan terpantau dalam tren naik atau malah tiba-tiba melejit tinggi lalu seketika berubah jadi nol di lokasi terakhir terpantau—tanpa diseling tren penurunan kecepatan.

Ini pun, sekali lagi bisa jadi karena posisi jatuh tegak lurus tanpa ada pergeseran jarak sama sekali sehingga terbaca ada di posisi nol saat kecepatan masih terbaca tinggi.

“Kalau ada stall, akan ada dimensi z yang besar, untuk x adalah altitude dan y merupakan speed yang terbaca GPS dan satelit, dengan z kencang sekali. Ini bisa dibaca di FDR,” ungkap Yayan.

Misterinya, tegas Yayan, ada di CVR yang nantinya butuh dicek ulang dengan rekam jejak maintenance dan masukan dari pabrikan.

“Paket komplet, ending story supaya enggak kejadian lagi,” ujar dia.

Laporan awal KNKT antara lain menyebutkan bahwa kecelakaan diduga karena ada gangguan throttle yang memicu asymmetric throttle, menurut Yayan pun mengundang tanya.

“Itu bisa dimatikan automatic-nya, bisa dikendalikan manual untuk mendapatkan kembali keseimbangan. Mati satu mesin pun masih ada peluang pesawat tetap melayang,” ungkap dia.

Yang menjadi misteri terbesar, sebut Yayan, tidak ada komunikasi apa pun pada detik-detik terakhir. Kalau asymmetric throttle terjadi, seharusnya masih ada waktu, entah untuk menyuarakan seruan darurat, laporan insiden, atau permintaan return to base.

Di sinilah, kata Yayan, isi rekaman CVR memegang peranan besar.

“Ini akan menjadi kotak pandora yang melengkapi semua temuan selama ini atas kecelakaan tersebut,” kata pemerhati penerbangan, Yayan Mulyana, Rabu (31/3/2021).

Bila suasananya genting dan benar-benar tak terkendali, instrumen ini seharusnya akan merekam situasi mencekam di dalam kokpit.

Dalam mitologi Yunani, kotak pandora adalah penyebutan untuk sebuah kotak atau peti yang kita tidak tahu apa isinya ketika nantinya dibuka, dan sangat mungkin memberi kejutan atau tak sesuai ekspektasi.

“(Temuannya nanti) akan sangat menarik. Akan ketahuan mengapa tidak ada komunikasi apa pun dari kokpit ke tower (ATC) pada detik-detik terakhir,” ungkap Yayan.

Situasi tak terkendali dan genting yang terekam CVR dan sempat muncul ke publik pernah terjadi antara lain dalam kecelakaan pesawat Adam Air yang jatuh di Selat Makassar pada 1 Januari 2007.

“Ini yang belum bisa kita analisa karena isi rekaman CVR memang belum diungkap ke publik sampai saat ini,” kata Yayan, Minggu (9/1/2022) malam.

Dari CVR akan bisa diketahui perintah apa yang diberikan pilot ke kopilot selama penerbangan, percakapan di antara mereka, termasuk suara-suara instrumen di dalam kabin.

Menurut Yayan, perbincangan di dunia penerbangan atas kecelakaan ini terutama menyoroti ketiadaan seruan darurat “mayday” dari kokpit pesawat. Ini jauh berbeda dengan kecelakaan Adam Air yang rekaman CVR-nya sempat beredar luas beberapa waktu lalu.

Mungkinkah tak ada suara terekam CVR?

Yayan menyebut, mungkin saja CVR tak mendapati suara pilot dan kopilot. Ini pun kemungkinan penjelasannya beragam.

“Kalau ceklak-ceklik suara instrumen terekam tapi tak ada suara pilot dan kopilot, bisa jadi salah satu pingsan, keduanya pingsan, atau mereka terlalu sibuk mengendalikan pesawat,” ungkap Yayan tentang kemungkinan pertama.

Lain lagi, lanjut Yayan, bila benar-benar tak ada suara di CVR. Meski kecil kemungkinannya, tak tertutup kemungkinan ada kerusakan sekalipun seharusnya kemungkinan untuk itu sangat kecil.

Bila kerusakan memang ada, itu seharusnya terpantau sejak pesawat belum mengudara dan ada catatan di log penerbangan.

“Kebijakan go atau no-go ketika ada temuan begitu memang beda antar-maskapai. Kalaupun boleh go, ada syarat bahwa perbaikan dilakukan segera, ada batas waktunya, dan sampai itu dijalankan maka pesawat tak boleh terbang lagi,” tegas Yayan.

Kalau betul ada kerusakan dan tak ada catatan di darat, menurut Yayan persoalannya bergeser ke soal kedisplinan dan protokol standar.

Bagaimana jika kedua kemungkinan di atas tidak terjadi tapi tetap tak ada suara terekam di CVR?

“Kalau enggak ada sama sekali (berarti) itu deliberately dimatikan,” ujar Yayan lugas.

Bila ini yang terjadi, pertanyaan berikutnya yang muncul adalah kapan alat itu dimatikan.

Di kokpit, sebut Yayan, ada saklar pemutus (circuit breaker) untuk mematikan CVR. Bila ini yang terjadi, seharusnya FDR mendapatinya dalam rekaman perubahan instrumen pesawat selama penerbangan.

Persoalannya, imbuh Yayan, peristiwa benda jatuh adalah proses. Bila peristiwa terjadi di dimensi dua dimensi seperti naik sepeda atau mengendari mobil, tidak sempat membuat seruan saat terjatuh masih dimungkinkan.

Namun, untuk pesawat, ada dimensi ketinggian yang seharusnya memberi ruang bersuara—apa pun itu—saat proses jatuh berlangsung.

“RTB pesawat (return to base). Mendarat darurat. Drop. (Seharusnya) ketahuan pilot lapor. Ada proses. Adam Air begitu, terpantau usaha. Yang kemarin tidak ada. Itu yg jadi sebab kenapa orang penasaran,” tutur Yayan.

Temuan sejauh ini

Setahun telah lewat semenjak kecelakaan pesawat Boeing 737-500 yang digunakan maskapai Sriwijaya Air berkode penerbangan SJY 182 pada 9 Januari 2021.

Sejauh ini, baru dua dokumen—laporan awal investigasi dan pernyataan sementara pertama—atas investigasi kecelakaan Sriwijaya Air SJY 182 yang menelan 62 korban jiwa yang sudah dipublikasikan.

Laporan awal

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengeluarkan laporan sementara (prelimanary report) kecelakaan pesawat Boeing 737-500 PK-CNC Sriwijaya Air SJY-182 pada Rabu (10/2/2021).

Dua rekomendasi telah diterbitkan pula oleh KNKT terkait kecelakaan ini ditujukan ke Diretktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, dalam laporan awal tersebut, yaitu:

memasukkan persyaratan UPRT dalam CASR dan mengembangkan pedoman untuk meningkatkan efektivitas UPRT.

meninjau persyaratan notifikasi pusat koordinasi penyelamatan dalam CASR 170 untuk memastikan bahwa persyaratan tersebut sesuai dengan standar dalam ICAO Annex 11

UPRT adalah kependekan dari upset prevention and recovery training. Dalam istilah penerbangan, upset berarti situasi pesawat bertingkah tidak normal bahkan tak terkendali.

Berdasarkan itu, UPRT adalah pelatihan bagi para pilot untuk mencegah dan menangani kondisi pesawat upset.

Adapun CASR pada dasarnya adalah protokol standar operasional pesawat yang harus dijalankan oleh pilot, kru kabin, dan kru darat yang memeriksa kondisi pesawat.

Berikut ini laporan awal KNKT atas kecelakaan Boeing 737-500 PK-CLC Sriwijaya Air SJY 182:

 

Dari laporan awal di atas, autopilot diketahui sudah aktif di ketinggian 1.980 kaki atau sekitar 604 meter. Pilot sempat meminta perubahan arah ke kanan sebesar 0,75º dan dikabulkan.

Menara pengawas penerbangan (ATC) kemudian meminta Sriwijaya Air SJY 182 untuk tak terbang melebihi ketinggian 11.000 kaki karena ada pesawat lain di lintasan yang sama.

Di ketinggian 10.600 kaki, terpantau pesawat mulai berbelok ke kiri, disusul autopilot tak aktif lagi di ketinggian 10.900 kaki. Pada saat inilah ketinggian pesawat terpantau turun dan hilang dari radar pada pukul 14.40.37 WIB.

ATC disebut beberapa kali mencoba menelepon, mengaktifkan dan memanggil frekuensi darat, serta memantau pilot di pesawat lain di sekitar jalur penerbangan Sriwijaya Air SJY 182.

“Semua upaya tidak berhasil mendapatkan tanggapan dari pilot SJY 182,” tulis laporan tersebut.

Pada pukul 14.55 WIB, penyedia layanan lalu lintas udara (ATS) melaporkan kejadian ini ke Basarnas dan pada pukul 15.42 WIB menyatakan SJY 182 ada di fase ketidapastian (INCERFA). Status pesawat dalam fase bahaya (DETRESFA) dideklarasikan pada pukul 16.43 WIB.

Dua rekomendasi terkait protokol keselamatan—seperti tertulis di awal bagian ini—terbit dari hasil investigasi awal KNKT.

Investigasi KNKT atas kecelakaan Sriwijaya Air SJY 182 melibatkan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika Serikat sebagai otoritas negara produsen pesawat dan Biro Investigasi Keselamatan Transportasi (TSIB) Singapura.

Pernyataan sementara pertama

KNKT mempublikasikan pernyataan sementara pertama (1st interim statement) atas hasil investigasi kecelakaan pesawat Boeing 737-500 PK-CLC yang digunakan maskapai Sriwijaya Air bernomor penerbangan SJY 182 ini dalam dokumen tertanggal 13 Januari 2022.

Dokumen antara lain mengungkap data CVR telah diunduh. Di sini dilaporkan pula sejumlah hasil pengujian data dan simulasi atas kecelakaan beserta sejumlah langkah yang masih akan ditempuh KNKT untuk memastikan penyebab jatuhnya pesawat.

Temuan dalam pernyataan sementara pertama ini pun menyebut kecelakaan bermula dari bergesernya tuas dorong sisi kiri, seperti halnya di laporan awal yang dipublikasikan sebelumnya.

Selain itu, KNKT berencana menelaah riwayat perawatan pesawat, kinerja pilot, pelatihan untuk pencegahan dan pemulihan situasi tak terkendali, faktor manusia dalam operasional pesawat, serta maskapai.

Diinformasikan pula bahwa investigasi telah melibatkan juga Cabang Investigasi Kecelakaan Udara (AAIB) Inggris.

Terkait data CVR dari temuan modul crash survivable memory unit (CSMU) CVR yang ditemukan pada 30 Maret 2021, KNKT telah mendapatkan data audio dari empat saluran di dalamnya, sejak persiapan hingga pesawat hilang dari radar.

Rincian keempat saluran rekaman di CVR tersebut adalah:

Saluran 1 merekam sistem pengumuman penumpang,

Saluran 2 merekam audio SIC,

Saluran 3 merekam audio PIC,

Saluran 4 merekam mikrofon area kokpit.

Temuan dari unduhan data:

Data rekaman di saluran 1 sama dengan data rekaman saluran 2.

Saluran 2 merekam semua komunikasi suara SIC selama penerbangan dan komunikasi antara menara dan pesawat lain.

Saluran 3 merekam komunikasi suara PIC dengan teknisi darat. Selama penerbangan, suara PIC tidak direkam. Suara PIC direkam di saluran 2 dari mikrofon headset SIC saat suara PIC cukup keras.

Saluran 4 merekam nada yang menonjol dengan frekuensi sekitar 400 Hz. Nada ini mengganggu semua sinyal audio lain dan karenanya data audio yang direkam menjadi tidak dapat dimengerti.

KNKT menyebutkan pula bahwa data dari CVR pada bagian bernomor seri 2100-1020-00 dan 000286507 pernah diunduh pada 2019 dan 2020 untuk pembaruan sertifikat kelaikan udara.

Pengunduhan pada 2019 dilakukan di Garuda Maintenance Facility dan pada 2020 di fasilitas milik Sriwijaya Air. Pengunduhan pada 2019 mendapati noise di saluran 4 CVR pada frekuensi 400 Hz. Meski demikian, kedua rekaman hasil pengunduhan tersebut dinyatakan normal.

Dokumen tertanggal 13 Januari 2022 mengungkap pula hasil pemeriksaan atas modul enhanced ground proximity warning system (EGPWS) pesawat yang ditemukan pada 16 Januari 2021.

Modul EGPWS tersebut dikirim ke fasilitas Honeywell Aerospace di Redmond, Washington, Amerika Serikat. Pengujian atas modul tersebut dilakukan pada 8 April 2021. Didapat, alat rusak parah dengan sasis serta sejumlah sirkuit hilang, cacat, atau tergores.

Bagian yang hilang termasuk data riwayat penerbangan yang disimpan di chip dalam sirkut CCA A2 di EGPWS. Karenanya, investigasi lebih lanjut tidak dapat dilakukan.

Terkait masalah throttle, didapati bahwa data pengujian sebelumnya telah dihapus sebelum kecelakaan. Komputer autothrottle pesawat dikirim ke fasilitas Ontic di Inggris.

Pengujian komputer autothrottle dilakukan pada 16 Februari 2021 di fasilitas Oakenhurst Aircraft Services Ltd. Hadir di situ perwakilan dari KNKT, Boeing, NTSB, Federal Aviation Administration (FAA), dan AAIB.

Tujuan pengujian antara lain adalah mengunduh data log kesalahan yang pernah ada sebelum kecelakaan serta identifikasi segala kemungkinan kesalahan yang tercatat untuk memahami proses perawatan dan operasionalisasinya selama penerbangan. Isu kabel sinyal yang terpisah juga diuji di sini.

Masih soal throttle, pengujian dilakukan pula terhadap komponen servo autothrottle pada 9 Desember 2021. Pengujian dilakukan di fasilitas Ontic Cheltenham. Hasil pengujian dijanjikan ada di laporan akhir.

KNKT menguji pula komputer kontrol penerbangan (flight control computer atau FCC) Sriwijaya Air SJY 182. Komponen FCC bernomor seri 4051600-914 adalah buatan Honeywell International Inc didapati pernah dihapus sebelum kecelakaan terjadi.

Lalu, komponen FCC bernomor seri 9103655 pernah dikeluarkan dari pesawat pada 18 Maret 2020, setelah ada laporan autopilot tidak bisa digunakan. Komponen ini dipasang sebagai autopilot A.

Berikutnya, FCC bernomor seri 96083964 yang dipasang sebagai autopilot B didapati datanya pernah dihapus pada 18 Maret 2020, setelah ada laporan alat ini tidak berfungsi.

Semua FCC ini dibawa ke fasilitas Honeywell Deer Valley di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat pada Februari 2021. Pengujian dilakukan pada 30 Maret 2021 dan 14 Juni 2021, untuk mendapati segala kemungkinan kesalahan terkait sinyal surface spoiler ke komputer autothrottle pesawat.

KNKT menguji pula sinkronisasi data antara sinyal surface spoiler dan autothrottle pesawat. Pengujian dilakukan menggunakan pesawat Boeing 737-400 di Inggris.

Bersamaan, dilakukan pula pengujian untuk mendapatkan data karakter hubungan antara posisi kontrol roda, permukaan aileron, dan permukaan spoiler. Pemasangan sensor posisi spoiler dipertimbangkan pula dalam pengujian ini.

Pengujian terkait spoiler dilakukan pada 15 Agustus 2021, melibatkan KNKT, AAIB, NTSB, FAA, Boeing, General Electric (GE) dan Ontic. Seperti pengujian lain, data terkait FCC dan spoiler ini dijanjikan ada di laporan akhir investigasi.

Dua kali simulasi penerbangan telah pula dilakukan untuk memahami misteri kecelakaan Boeing 737-500 PK-CLC Sriwijaya Air SJY 182, yaitu pada 27 Oktober 2021 dan 7 Desember 2021.

Simulasi pada 27 Oktober 2021 dilakukan di Las Vegas Flight Academy di Henderson, Nevada, Amerika Serikat. Adapun simulasi pada 7 Desember 2021 dilakukan di NAM Training Center di Jakarta.

Kedua simulasi dilakukan dengan menggunakan data yang tersedia dari unduhan FDR dan CVR pesawat.

Hasil simulasi di Las Vegas mendapati bahwa simulator tidak bereaksi mirip dengan situasi Sriwijaya Air SJY 182 selama terjadi ketidakseimbangan akibat perbedaan posisi throttle. Didapati pula bahwa tuas dorong tidak dipantau ketat oleh pilot selama penerbangan.

Simulasi di Jakarta mendapati situasi yang mendekati kecelakaan Sriwijaya Air SJY 182. Namun, sejumlah tujuan simulasi tidak bisa terpenuhi karena ada perbedaan konfigurasi antara simulator dan pesawat yang jatuh.

Rincian hasil kedua simulasi akan dimasukkan dalam laporan akhir investigasi pula. Laporan akhir investigasi diperkirakan terbit paling lambat pada Januari 2023, mundur lagi dari perkiraan sebelumnya.

Berikut ini naskah lengkap pernyataan sementara pertama hasil investigasi KNKT atas kecelakaan pesawat Boeing 737-500 bernomor registrasi PK-CLC yang digunakan Sriwijaya Air berkode penerbangan SJY 182:

Misteri kecelakaan Boeing 737-500 Sriwijaya Air SJY 182 masih belum juga sepenuhnya berjawab. CVR pun tampak menjadi kotak pandora yang sunyi sejauh ini. Jawaban misteri masih dinanti, berikut solusi agar tragedi tak perlu terulang lagi.

Leave a Reply

Categories

Social menu is not set. You need to create menu and assign it to Social Menu on Menu Settings.