Tak Hiraukan Tekanan Internasional, Militer Sudan Tangkap 3 Aktivis Pro Demokrasi
KAIRO – Pasukan keamanan Sudan menahan tiga tokoh pro-demokrasi terkemuka. Penahanan dilakukan meski tekanan internasional terus meningkat pada militer negara itu untuk menghentikan kudeta yang dilakukan awal pekan ini.
Penangkapan terjadi pada Selasa (26/10/2021) malam di ibu kota Khartoum. Penangkapan terjadi beberapa jam setelah militer mengizinkan Perdana Menteri yang digulingkan, Abdalla Hamdok dan istrinya untuk pulang.
Baca: Jenderal Tertinggi Sudan Sebut Kudeta untuk Cegah Perang Saudara
Aktivis yang ditangkap adalah Ismail al-Taj, seorang pemimpin Asosiasi Profesional Sudan, kelompok di garis depan protes yang menjatuhkan al-Bashir. Aktivis lainnya yang juga ditangkap adalah Sediq al-Sadiq al-Mahdi, seorang pemimpin partai politik terbesar di Sudan, yang dikenal sebagai Umma dan saudara Menteri Luar Negeri Mariam al-Mahdi.
Satu aktivis lainnya adalah Khalid al-Silaik, mantan penasihat medial perdana menteri. Penangkapan tiga aktivis itu dibenarkan oleh istri Al-Silaik, Marwa Kamel, dan aktivis Nazim Siraj dan Nazik Awad.
Kamel mengatakan al-Silaik ditahan beberapa saat setelah dia memberikan wawancara kepada penyiar satelit yang berbasis di Qatar, Al-Jazeera. Dalam wawancara itu, dia mengkritik pengambilalihan militer, menyebut Hamdok dan pemerintahannya sebagai administrasi sah Sudan.
Baca: Militer Sudan Lakukan Kudeta, AS Bekukan Bantuan Ekonomi Rp9,9 Triliun
“Apa yang dilakukan Jenderal Burhan adalah kudeta total. Orang-orang akan menanggapi ini dalam beberapa hari mendatang,” kata al-Silaik, seperti dikutip dari AP, Rabu (27/10/2021).
Ketiganya telah mengkritik pengambilalihan militer secara blak-blakan. Puluhan ribu warga Sudan yang turun ke jalan dalam dua hari terakhir menyerukan kembalinya pemerintahan Hamdok. Pasukan keamanan yang menghadapi pengunjuk rasa menewaskan sedikitnya empat orang dan melukai lebih dari 140 lainnya dalam dua hari terakhir.
Orang kuat baru di Sudan, Jenderal Abdel-Fattah Burhan, telah berjanji untuk mengadakan pemilihan, seperti yang direncanakan, pada Juli 2023, dan untuk sementara itu menunjuk pemerintahan teknokrat. Tetapi, para kritikus meragukan bahwa militer serius pada akhirnya menyerahkan kendali kepada pemerintahan sipil.