Berkat Teknologi, Aneurisma Otak Kini Bisa Ditangani Tanpa Pembedahan
JAKARTA – Sebagian besar masyarakat mungkin masih banyak yang belum paham tentang aneurisma otak . Padahal, penyakit ini setiap tahunnya diperkirakan sudah menelan 500.000 korban jiwa.
Penyakit ini merupakan kondisi di mana dinding pembuluh darah otak melebar atau menonjol (ballooning) akibat lemahnya dinding pembuluh darah tersebut.
Apabila aneurisma ini pecah dapat mengakibatkan kondisi fatal yaitu perdarahan otak (subarachnoid) dan kerusakan otak. Pecahnya aneurisma ini diperkirakan dialami oleh 1 orang setiap 18 menit.
Aneurisma otak dapat terjadi pada siapa saja, dan umumnya sebelum pecah aneurisma tidak bergejala, sehingga dianjurkan untuk melakukan brain check-up secara rutin.
Head of Neurosurgeon RS Pusat Otak Nasional (PON), dr. Abrar Arham, Sp.BS mengatakan, aneurisma memang tidak selalu berujung pada kematian.
Namun, kualitas hidup penderitanya juga menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga. Kecacatan, perawatan, tenaga, dan biaya besar menjadi faktor penting yang perlu dipahami oleh penderita aneurisma otak.
“Selain meningkatkan awareness masyarakat akan aneurisma otak ini, kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia juga harus ditingkatkan agar dapat mendeteksi dini,” kata dr. Abrar dalam konferensi pers virtual, Kamis, 16 September 2021.
“Selain itu, perlu dilakukan edukasi pencegahan, dan penanganan komprehensif aneurisma terutama pada penderita yang telah mengalami pecahnya aneurisma otak, atau akan lebih baik bila dapat ditangani sebelum aneurisma tersebut pecah,” lanjutnya.Dia menuturkan, penanganan kasus aneurisma otak ini membutuhkan berbagai peralatan dan fasilitas penunjang yang memadai dan mutakhir agar kita dapat menangani kasus aneurisma otak dengan tingkat keberhasilan yang cukup baik.
Penanganan aneurisma dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain operasi bedah mikro (clipping aneurisma) atau dengan teknik minimal invasif endovaskular (coiling aneurisma).
“Untuk mengevaluasi secara detail kelainan pembuluh darah otak ini, seringkali kita membutuhkan pemeriksaan DSA (Digital Subtraction Angiography), yang hasilnya dapat membantu menentukan jenis terapi terbaik untuk menangani kasus aneurisma ini,” terang dr Abrar.
Menurutnya, salah satu perkembangan terkini yaitu pemasangan Cerebral Flow Diverter untuk pengobatan aneurisma yang angka keberhasilannya sangat tinggi yaitu hingga 95%.
Metode ini sudah mulai diterapkan di Rumah Sakit PON dalam beberapa tahun ke belakang. Keunggulan teknologi ini adalah prosedur relatif cepat, pasca-tindakan tidak perlu perawatan ICU, mengurangi lamanya rawat inap, lebih nyaman untuk pasien, hingga tidak ada luka sayatan.
“Dengan hadirnya Aneurysm Awareness Month ini, saya berharap masyarakat lebih aware akan penyakit ini dan mau melakukan pemeriksaan brain check-up secara rutin. Agar kasus-kasus aneurisma otak di Indonesia dapat ditangani sebelum pecah dan membantu mencegah kecacatan dan kematian akibat penyakit ini,” paparnya.